(Dari Bapak dan Ibu untuk Aku)
Nampaknya Dewi Malam tersenyum menyambut pergantian malam tahun baru masehi 2010. Wajahnya terang keemasan memancarkan cahaya seakan mengkiaskan kebahagiaan yang dirasa. Laksana memiliki simpati dan toleransi yang tinggi, ia tak mau menyita rasa itu sendiri. Ia berbagi dengan yang lain melalui pancaran sinar terang wajahnya. Makhluk sekitar dapat pula tersenyum simpul atas kehadirannya. Dewi Malam menemani diri ku saat hari ke tiga ratus enam puluh lima di tahun ini. Aku sendiri—merasa lemah dalam istana kasih seorang ibu yang memagari langkah ku sebagai remaja pada umumnya.
Dewi Malam bisa berbagi kebahagian, bisa memahami perasaan, dan bahkan bisa mengalahkan ego-nya saat Dewi Fortuna memanahkan kemujuran tepat di hatinya. Namun, tidak bagi ibu ku. Dia terlalu konservatif memaknai arti kasih sayang kepada anak semata wayangnya dan terlalu mendalam memahami pengertian cinta pada anak hingga kemeriahan pesta kembang api di pergantian tahun yang dapat dilihat jutaan pasang mata di tengah pusat kota itu tak bisa dinikmati anaknya secara langsung. Terlalu menyakitkan!
Bahwa sejatinya aku ingin bebas dan bebas terbang seperti burung di angkasa bila waktu pulang, dia akan kembali ke sangkar. Arti sebuah kebabasan yang diajarkan induk burung seakan menutup halaman buku ibu yang menjabarkan makna kasih sayang. Itu kebebasan yang aku inginkan walau seutuhnya tak pernah aku dapatkan. Kasih sayang yang ibu terjemahkan, penyiksaan batin yang aku rasakan. Semoga saja, aku salah menafsirkannya walau itu memang benar kenyataannya.
Tak bisa aku mengelak atau menentang keputusan ibu. Baginya hal itu adalah harga mutlak yang tak bisa ditawar lagi. Aku hanya bisa menjerit keras dan sangat sangat keras, itu pun hanya dalam hati. Aku tak bisa merubah apa yang sudah ditetapkannya. Bila aku sedikit bergerak, bapak berdiri tegak dibelakangnya. Sama saja, keduanya memiliki perspektif yang sama—merayakan pergantian tahun tidak harus menggoyangkan pinggul, adu suara motor di jalan, pulang malam hanya untuk melihat kembang api, dan atau berpesta ria bergilir segelas air. Banyak hal positif yang lebih afdlol dilakukan dari pada membuang detik, menit, dan jam untuk hal-hal yang kurang penting bagi diri sendiri.
Ibu sepakat dengan apa yang dikatakan bapak bahwa esensi pergantian tahun adalah suatu perubahan/perpindahan waktu atau masa setelah menghabiskan tiga ratus enam puluh lima hari dalam satu tahun tertentu. “Apa yang harus dirayakan kalau begitu? Jika tahun bertambah, bukankan usia bumi semakin tua dan itu mendekatkan manusia kepada akhir zaman. Kemudian kenapa manusia merayakannya? Kata merayakan identik dengan membahagiakan. Jika manusia dihadapkan dengan akhir zaman—masa yang sangat mengerikan dan dekat dengan kebodohan kemudian mereka merayakannya dan berbahagia, apa itu disebut kaum intelektual?” Tanya bapak.
Ibu juga menambahkan bila esensi pergantian tahun seperti itu adanya maka sebaiknya di akhir detik, menit dan jam sebelum tahun berganti sebaiknya dipergunakan sebagai momentum yang sangat pas untuk introspeksi diri tentang apa yang sudah kita perbuat selama tiga ratus enam puluh lima di tahun ini. Lebih banyak mana bobot positif atau negatif amal perbuatan kita bila ditimbang-timbang? Sehingga kita dapat bercermin dari refleksi tersebut terhadap apa yang seharusnya kita perbuat di tahun mendatang bukan malah melalaikan momentum ini dengan kemeriahan yang tidak jelas ujungnya.
Oleh karena itu, momentum yang pas ini dapat kita isi dengan renungan malam, bertahajjud kepada Allah SWT, memohon ampun atas segala khilaf yang sudah kita perbuat dan memohon hidayah untuk kebaikan di masa mendatang. Hal itu dapat mendekatkan diri kita kepada Allah SWT dan menambah ketebalan iman dan taqwa kita. Apalagi Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. Kesederhaan dalam hidup merupakan kunci untuk mengingat bahwa hidup ini ada yang mengatur sehingga tidak perlu untuk membentangkan ketiak ketika berjalan. Sopan dalam bertindak dan santun dalam bertutur merupakan salah satu kunci untuk menjalani hidup sederhana. Tidak harus berfantasi ria dalam gemilang kehidupan dunia. Mereka yang melakukan itu mungkin mereka benar-benar tidak tahu. Walaupun itu tidak menyalahi aturan agama bahkan undang-undang Negara sekalipun. Namun, bila dihadapkan pada dua pilihan tadi dengan imbalan surga dan neraka sebagai destinasi akhir setelah mati nanti, mana yang akan kau pilih?
Aku sangat menyadari kebijakan ibu dan bapak selama ini adalah untuk menggiring aku ke satu arah, yakni menuju jalan yang digariskan Allah SWT agar aku bisa berkumpul bersama orang-orang terpilih di surga-Nya kelak. Hal yang sangat istimewa dan membanggakan yang patut dijadikan teladan dari ibu dalam mendidik anaknya—pendidikan religi yang mungkin tidak semua anak dapatkan dari ibunya. Ternyata, kasih sayang orang tua benar-benar sepanjang masa, ternyata kadang sebagai anak tidak mampu memaknai perbuatan dan kebijakan orang tua. Orang tua pasti menginginkan yang terbaik bagi anaknya.
Akhirnya, aku bisa meneteskan air mata saat benar-benar memahami pelajaran dalam memaknai pergantian tahun ini. Banyak hal sangat penting untuk dilakukan dari pada sekedar melihat kembang api menganga di hamparan langit yang petang menghitam. Terima kasih oh ibu, terima kasih oh bapak. Aku, anakmu, masih membutuhkan tangan mu untuk melangkahkan kaki di bumi ini agar bisa berpijak pada tanah yang benar, tanah yang diridloi oleh Allah SWT.
Usia mu kini bertambah tua
Manusia menjerit tertawa sangat bahagia
Memaknai ini adalah pesta
Ini adalah tabir penghapusan dosa
Dan, membuka lembar putih yang ada
Mereka buta,
Mereka hanya bisa meraba-raba
Ini yang dinamakan pestanya dunia
Bahkan menciutkan arti sesungguhnya—
Dunia menuju fana
Tutuplah mata,
Sekedar ingat dan bayangkan sementara
Logika pergantian tahun dalam makna—
Sebenarnya kau dalam kerugian yang nista.
Gresik, 31 Des ‘09
21:49
Nampaknya Dewi Malam tersenyum menyambut pergantian malam tahun baru masehi 2010. Wajahnya terang keemasan memancarkan cahaya seakan mengkiaskan kebahagiaan yang dirasa. Laksana memiliki simpati dan toleransi yang tinggi, ia tak mau menyita rasa itu sendiri. Ia berbagi dengan yang lain melalui pancaran sinar terang wajahnya. Makhluk sekitar dapat pula tersenyum simpul atas kehadirannya. Dewi Malam menemani diri ku saat hari ke tiga ratus enam puluh lima di tahun ini. Aku sendiri—merasa lemah dalam istana kasih seorang ibu yang memagari langkah ku sebagai remaja pada umumnya.
Dewi Malam bisa berbagi kebahagian, bisa memahami perasaan, dan bahkan bisa mengalahkan ego-nya saat Dewi Fortuna memanahkan kemujuran tepat di hatinya. Namun, tidak bagi ibu ku. Dia terlalu konservatif memaknai arti kasih sayang kepada anak semata wayangnya dan terlalu mendalam memahami pengertian cinta pada anak hingga kemeriahan pesta kembang api di pergantian tahun yang dapat dilihat jutaan pasang mata di tengah pusat kota itu tak bisa dinikmati anaknya secara langsung. Terlalu menyakitkan!
Bahwa sejatinya aku ingin bebas dan bebas terbang seperti burung di angkasa bila waktu pulang, dia akan kembali ke sangkar. Arti sebuah kebabasan yang diajarkan induk burung seakan menutup halaman buku ibu yang menjabarkan makna kasih sayang. Itu kebebasan yang aku inginkan walau seutuhnya tak pernah aku dapatkan. Kasih sayang yang ibu terjemahkan, penyiksaan batin yang aku rasakan. Semoga saja, aku salah menafsirkannya walau itu memang benar kenyataannya.
Tak bisa aku mengelak atau menentang keputusan ibu. Baginya hal itu adalah harga mutlak yang tak bisa ditawar lagi. Aku hanya bisa menjerit keras dan sangat sangat keras, itu pun hanya dalam hati. Aku tak bisa merubah apa yang sudah ditetapkannya. Bila aku sedikit bergerak, bapak berdiri tegak dibelakangnya. Sama saja, keduanya memiliki perspektif yang sama—merayakan pergantian tahun tidak harus menggoyangkan pinggul, adu suara motor di jalan, pulang malam hanya untuk melihat kembang api, dan atau berpesta ria bergilir segelas air. Banyak hal positif yang lebih afdlol dilakukan dari pada membuang detik, menit, dan jam untuk hal-hal yang kurang penting bagi diri sendiri.
Ibu sepakat dengan apa yang dikatakan bapak bahwa esensi pergantian tahun adalah suatu perubahan/perpindahan waktu atau masa setelah menghabiskan tiga ratus enam puluh lima hari dalam satu tahun tertentu. “Apa yang harus dirayakan kalau begitu? Jika tahun bertambah, bukankan usia bumi semakin tua dan itu mendekatkan manusia kepada akhir zaman. Kemudian kenapa manusia merayakannya? Kata merayakan identik dengan membahagiakan. Jika manusia dihadapkan dengan akhir zaman—masa yang sangat mengerikan dan dekat dengan kebodohan kemudian mereka merayakannya dan berbahagia, apa itu disebut kaum intelektual?” Tanya bapak.
Ibu juga menambahkan bila esensi pergantian tahun seperti itu adanya maka sebaiknya di akhir detik, menit dan jam sebelum tahun berganti sebaiknya dipergunakan sebagai momentum yang sangat pas untuk introspeksi diri tentang apa yang sudah kita perbuat selama tiga ratus enam puluh lima di tahun ini. Lebih banyak mana bobot positif atau negatif amal perbuatan kita bila ditimbang-timbang? Sehingga kita dapat bercermin dari refleksi tersebut terhadap apa yang seharusnya kita perbuat di tahun mendatang bukan malah melalaikan momentum ini dengan kemeriahan yang tidak jelas ujungnya.
Oleh karena itu, momentum yang pas ini dapat kita isi dengan renungan malam, bertahajjud kepada Allah SWT, memohon ampun atas segala khilaf yang sudah kita perbuat dan memohon hidayah untuk kebaikan di masa mendatang. Hal itu dapat mendekatkan diri kita kepada Allah SWT dan menambah ketebalan iman dan taqwa kita. Apalagi Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. Kesederhaan dalam hidup merupakan kunci untuk mengingat bahwa hidup ini ada yang mengatur sehingga tidak perlu untuk membentangkan ketiak ketika berjalan. Sopan dalam bertindak dan santun dalam bertutur merupakan salah satu kunci untuk menjalani hidup sederhana. Tidak harus berfantasi ria dalam gemilang kehidupan dunia. Mereka yang melakukan itu mungkin mereka benar-benar tidak tahu. Walaupun itu tidak menyalahi aturan agama bahkan undang-undang Negara sekalipun. Namun, bila dihadapkan pada dua pilihan tadi dengan imbalan surga dan neraka sebagai destinasi akhir setelah mati nanti, mana yang akan kau pilih?
Aku sangat menyadari kebijakan ibu dan bapak selama ini adalah untuk menggiring aku ke satu arah, yakni menuju jalan yang digariskan Allah SWT agar aku bisa berkumpul bersama orang-orang terpilih di surga-Nya kelak. Hal yang sangat istimewa dan membanggakan yang patut dijadikan teladan dari ibu dalam mendidik anaknya—pendidikan religi yang mungkin tidak semua anak dapatkan dari ibunya. Ternyata, kasih sayang orang tua benar-benar sepanjang masa, ternyata kadang sebagai anak tidak mampu memaknai perbuatan dan kebijakan orang tua. Orang tua pasti menginginkan yang terbaik bagi anaknya.
Akhirnya, aku bisa meneteskan air mata saat benar-benar memahami pelajaran dalam memaknai pergantian tahun ini. Banyak hal sangat penting untuk dilakukan dari pada sekedar melihat kembang api menganga di hamparan langit yang petang menghitam. Terima kasih oh ibu, terima kasih oh bapak. Aku, anakmu, masih membutuhkan tangan mu untuk melangkahkan kaki di bumi ini agar bisa berpijak pada tanah yang benar, tanah yang diridloi oleh Allah SWT.
Usia mu kini bertambah tua
Manusia menjerit tertawa sangat bahagia
Memaknai ini adalah pesta
Ini adalah tabir penghapusan dosa
Dan, membuka lembar putih yang ada
Mereka buta,
Mereka hanya bisa meraba-raba
Ini yang dinamakan pestanya dunia
Bahkan menciutkan arti sesungguhnya—
Dunia menuju fana
Tutuplah mata,
Sekedar ingat dan bayangkan sementara
Logika pergantian tahun dalam makna—
Sebenarnya kau dalam kerugian yang nista.
Gresik, 31 Des ‘09
21:49
Tidak ada komentar:
Posting Komentar