Me at A glaNce

Foto saya
GRESIK BERHIAS IMAN merupakan slogan kota kelahiranku. sekarang aku menempuh pendidikan S1 di Surabaya State University, The faculty of Language and Art, English Department. pendidikan ini aku peroleh karena aku berkesempatan mendapat beasiswa mengikuti SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Mindset "The Beauty of Writing" tertanam sejak aku berada di bangku MTs setelah mengirim karya tulis ke Deteksi Jawa Pos. hobi menulis ku ini tertampung di media sekolah sampai akhirnya aku menjabat sebagai pemimpin redaksi mading SMA dan Reporter Majalah PROSPEK. it's amazing experience actually! sebelum aku menetap di kota Pahlawan untuk merampungkan studi ku, aku menulis sebuah buku panduan kepramukaan untuk adik didik ku di alamamaterku dan sekarang mencoba mengukir kembali buku baru yang berjudul " Scouting Guide " yang aku dedikasikan untuk mereka pula. aku temukan the great spirit of writing here. "Dahaga Akan Cinta dan Rindu Rosulillah" merupakan puisi ku yang menduduki posisi ketiga dalam lomba menulis puisi cinta untuk Rosulullah di Universitas Negeri Surabaya. (email: ali_rosyidi51@yahoo.com)

Rabu, 25 Februari 2009

My Heart Says...........

I DO NOT KNOW HOW TO BEGIN THIS TEXT…….
(To Whom I Hurt )

Sebenarnya banyak hal yang belom kamu tahu tentang aku, banyak hal yang belum kamu mengerti….. tapi kamu sudah menarik kesimpulan tentang apa yang belum kamu pahami. MEMANG AKU SALAH, tapi sebenarnya itu hanya bagian dari kesalah-pahaman antara aku, kamu dan dia.

Let me clarify that I did it because of a bet. I know that I was wrong but I could not refuse HER demand. I forgot that you must be hurt for it! I am so sorry…………

Aku mengenalmu adalah sebuah kesalahan—awal yang tak baik untuk diteruskan. Namun, kesalahan itu menuntun ku untuk mengubah suatu keadaan dimana aku kalah dengan perasaan. Aku benar-benar ingin mengenal mu lebih dekat walau atas nama sebuah persahabatan. Tapi aku tidak yakon kalau aku bisa mempertahankan keadaan yang tak lama menentu—kadang suka, kagum bahkan cinta. Seperti yang pernah aku bilang, kalau aku mempunyai perasaan yang tak selayaknya dibudi-dayakan—mudah mencintai dan melupakan. Itu yang akhirnya aku sebut sebagai kekurangan ku.
Sejalan dengan kekuranganku itu, aku sering sekali merasa kesulitan untuk memulai sebuah komunikasi dengan sahabat-sahabat yang pernah mengisi waktu luang ku. Aku merasa malu untuk menanyakan kabar bahkan hanya mengatakan kata “hai!”. Sehingga sering kali aku harus berkata lain—membuat sebuah problem—hanya untuk mencairkan kembali suasana yang lama membeku. Bahkan aku tak merasa bersalah walau aku benar-benar bersalah. Itu yang akhirnya aku sebut juga sebagai kekurangan ku.
Parahnya lagi, kadang kala aku berani “conduct a bet” hanya untuk memuaskan keinginanku. Aku sangat tahu kalau itu salah dan dapat melukai perasaan orang itu. Tapi tidak peduli bahkan aku merasa tertantang dengan permainan konyol dan picik ini. Walau sebenarnya, aku tidak memperoleh apa-apa dan tidak mengeluarkan apa-apa dalam game ini. Dengan kata lain, a bet is only a name, I even get nothing in this case. Perbuatan yang sia-sia. Kalau gak salah, perbuatan ini disebut MUBADZIR dalam agama. Dan sesungguhnya orang yang melakukan hal sia-sia merupakan teman syetan. Apakah aku termasuk golongan itu??? itu yang akhirnya aku sebut sebagai kekurangan ku.
Sekarang aku dipermasalahkan dengan salah satu dari kekuranganku—sebuah taruhan. Mudah sekali lidah ini mengatakan “iya” untuk menyetujui sebuah tawaran untuk bertaruh. Walaupun aku menyadari kalau aku tidak akan dapat apa-apa. Malah, aku harus kehilangan martabat dan kewibawaanku setelah “victim” tahu bahwa aku srigala berbulu domba (sebenarnya aku tidak tahu persis makna analogi ini). Aku sangat menyesal untuk melakukan hal ini. I am sorry………
Sekilas aku menuturkan secuil dari gumpalan kekuranganku, jika kamu orang yang mengerti kamu pasti bisa merasakan kalau I AM IN BLUE CONDITION BECAUSE OF THE LACKS. Dan tentunya, aku membutuhkan seorang teman yang mampu mengubah diri ini karena aku merasa aku tidak mampu untuk melakukannya sendiri. INGAT, “ALLAH TIDAK AKAN MENGUBAH NASIB SUATU KAUM JIKA MEREKA TIDAK MAU MENGUBAHNYA”…….apakah kamu rela melihat temanmu terus-terusan dalam situasi seperti ini??? Teman yang baik adalah teman yang selalu mengingatkan temanya bila dalam dia lupa.
Aku tahu kalau kamu sakit—sakit abstrak yang tak tertahan. Tapi aku ingin mencoba untuk menjadi teman mu yang baik. Tapi aku tidak tahu bagaimana cara memulainya. Seperti yang aku katakan di awal—kalau aku nggak bisa memulainya. Sering kali aku salah. Dan itu pasti salah!!!. Apalagi di depan matamu yang sekarang sudah terselimuti dengan kabut cinta seseorang. Aku bisa memahaminya. Aku juga tidak berharap lebih, I ONLY WANNA MAKE A FRIEND. Give me clues how to do so!
Sekarang aku sudah mencuatkan apa yang terjadi dalam diriku—you could not judge me by my background of study only—kamu pasti sudah tahu dan bahkan lebih mengerti bahwa manusia adalah tempat salah dan lupa. Tugas mendasar sebagai seorang teman adalah mengingatkannya…….
TERSERAH—seperti apa yang tertuang dalam lirik lagu Gleen Fredly. Kini aku hanya bisa berkata itu. aku sudaj berupaya mengatakan dengan jujur atas kekurangan ku dan aku sudah katakana ini secara langsung pada mu. Kalau aku mempunyai tindak-tanduk seperti itu. bila aku boleh berkata, “KESEMPATAN KEDUA”—merupakan awal dari segalanya. Last but not least, I say, “I AM SO SORRY”

(I believe that you will be on line)


Surabaya, 25 Pebruari 2009
21:37 WIB

Sabtu, 21 Februari 2009

NOSTALGIA text of d'KOST

KOST IN MEMORIAM

(Kesalahan Yang Terabaikan)


Matanya sayu dan layu. Terlalu banyak mengalirkan air mata. Walau sebenarnya itu tidak perlu. Tapi aku bisa memahaminya. Hatinya rapuh, perasaannya sedih. Dan aku bisa menebaknya. Karena aku berkali-kali mengalaminya. Tapi kali ini dia harus merasakannya—demi masa depannya. Sering kali aku menangis dan meragukan apakah dia bisa hidup setegar aku. Hidup yang dipenuhi dengan pengorbanan dan kemandirian kala itu. Walau banyak teman-temanku menggonggong aku adalah anak yang terbuang, anak yang tak diharapkan orang tuanya untuk pulang. Tapi, aku menganggap mereka tongue-slipped. Sebenarnya mereka ingin mengatakan, “Al, kamu orang yang mandiri, aku bangga memiliki teman seperti mu.” Mereka saja yang pemalu, bahkan gengsi untuk mengakuinya. Hidup jauh dari sanak famili memang kadang menyakitkan dan menyedihkan. Tetapi, disanalah kamu akan menemukan jati diri. Siapa sebenarnya kamu. Dan merenungi kenapa kamu dilahirkan ke dunia.

Arini adalah anak pertama ku yang akan sedang merasakan bagaimana menjadi seorang mahasiswi perantauan. Jauh dari bapak dan ibunya. Jauh dari lingkungan pertamanya. Beasiswa ADS mengantarkannya ke Monas University di Australia. Kami sekeluarga—kakek neneknya, istiku, dan kedua adiknya—mengantarnya ke bandara untuk kali pertama. Sebenarnya aku menangis bangga mempunyai anak seperti Arini yang cerdas dan berbakat. Aku berharap kelak dia menyandang gelar sarjananya mampu merubah nasib dirinya, keluarganya dan negaranya ke arah yang lebih baik.

Sepanjang jalan menuju bandara, aku teringat ketika aku masih menjadi seorang mahasiswa. Aku masak dan cuci baju sendiri. Walau begitu aku bukanlah satu-satunya mahasiswa yang memiliki aktivitas rutin seperti ini. Sebut saja Joni, dia juga aktif memasak di kos. Malah dia lebih jago dari pada aku. Banyak variasi menu makan yang bisa dia buat. Berbeda dengan aku yang hanya bisa menghidangkan “tempe penyet” untuk menu makan pagi, siang dan malam. Tapi, aku bersyukur karena masih bisa makan. Hal yang tak akan pernah aku lupakan adalah memiliki sahabat-sahabat aneh yang kadang menyebalkan dan menyenangkan.

Angga dan Bowo adalah dua sahabat dekat ku di kos. Mereka bermuka garang tetapi sebenarnya hatinya lembut. Mungkin saja mereka memasang wajah garang karena ingin dipandang “gaul ‘n cool”. Walaupun begitu, mereka tidak malu bila diajak memasak bersama. Aneh???? Tapi menakjubkan. Sering kali aku dibuat tertawa oleh mereka dan sesering itu pula mereka membuat aku jengkel dan ingin menghacurkan dunia. Satu sifat yang tak seharusnya bisa aku toleransi—mempermainkan wanita. Bila aku tak melihatnya, mungkin aku tak akan berbicara. Keparatnya, mereka melakukan aksi itu di kamar kos. Sehingga kedua bola mata ku secara jelas bisa melihatnya. Entah apakah mereka menganggap kamarnya tempat mesum atau entalah apa namanya. Yang jelas, Seharusnya mereka tak melakukan itu. Tapi aku kalah, aku tak mampu mencegahnya. Aku bukanlah teman yang baik yang membiarkan temannya menabung bara api neraka. Ya Allah, ampunilah hamba mu ini! Aku tak mampu mengingatknya dengan tindakan dan ucapan, hanya hati ku yang bersuara, “teman, kalian salah!”—bukankah ini juga tuntunan syari’ah agama?

Ya! Mungkin Angga sekarang jarang bahkan enggan melakukannya. Sosok Angga sekarang juga berbeda dengan Angga kali pertama aku kenal. Dulu aku tidak pernah melihat dia menengadahkan tangan untuk berdo’a. Dulu aku juga tidak pernah melihat dia tersungkur sujud untuk sholat. Tapi sekarang, dia melakukannya. Bahkan aku sering mendengar dia berkata, “oya, lupa belum sholat. Sholat dulu ya, bro?! hati kecil ku tersenyum bangga mendengarkannya. Pertanyaan besar di hati ku yang sampai sekarang ini belum terjawab adalah apa dan siapa yang membuat dia berubah? Adakah turut campur tangan Tuhan? Allah Maha tahu segalanya.

Tapi perubahan baik Angga tidak sejalan dengan Bowo. Kali pertama aku mengenal Bowo adalah sosok santun, akrab, sabar, dan apa adanya. Tapi sekarang, image itu terkubur dalam-dalam seiring kelakuan bejatnya yang tak bisa dia tekan. Layaknya acara mingguan, dia selalu mengajak teman kencannya memadu kasih di keheningan suasana kos. Kamar kos yang seharusnya dia buat sebagai tempat beribadah dan belajar. Dia nodai dengan tetesan air mani yang mungkin tersirat saat ejakulasi. Sungguh menjijikkan! Aku tahu dan yakin bahwa itu sebenarnya bukan prilaku Bowo. Tapi, itu adalah tindakan syetan yang menjelma di jasad Bowo yang bodoh dan tak mau menangkisnya. Sampai sekarang aku juga masih bertanya, “kenapa dia bisa berubah menjadi seperti itu?”

Bagaimanapun kondisi mereka, mereka adalah teman baikku. Aku saja yang bodoh dan tak berdaya membimbing dan mengarahkan mereka. Jika aku merasa “bisa” kala itu, kenapa aku tidak melakukannya? Kenapa aku hanya berpangku tangan melihat temanku yang kelak akan hangus dilalap kobaran api neraka? Kenapa kadang aku pura-pura tidak tahu menahu tentang kebodohan itu? Maafkan aku teman, aku tak mampu bertutur bahkan bertindak untuk itu. Aku hanya mampu berkata dalam hati, “teman, kalian salah!”

Mereka juga tidak jelek-jelek amat dimata Tuhan, karena pada dasarnya semua manusia itu sama dihadapan-Nya. Yang membedakan hanyalah tingkat ketaqwaannya saja. Dan itu bisa mereka dapat. Mungkin saja mereka lupa sekarang. Aku menyadari bahwa manusia adalah tempat salah dan lupa. Tapi kalau lupa dengan intensitas tinggi—bukankah itu gila?

Disisi lain, Angga dan Bowo memikili sense of humor yang tinggi. Pasti ada saja yang membuat aku tertawa cekikikan. Entah dari segi pembahasan maupun tindak-tanduknya. Mereka juga mampu beradaptasi dengan orang tua. Bagaimana bertutur dan bertindak kepada orang yang lebih tua. Aku tidak menyangka, kalau mereka bisa berbahasa jawa kromo inggil (jawa yang halus). Itu yang tidak aku bisa tebak dari penampilan mereka. Memang benar apa kata pepatah, “Do not judge the book by its cover!” Aku merasa mereka adalah bagian dari keluarga ku di kos. Entah mereka menganggap ku serupa atau tidak, aku tidak peduli.

Aku tak bisa membayangkan ketika aku, Angga dan Bowo harus dipisahkan dengan waktu. Kami harus kembali ke tanah kelahiran masing-masing karena kami telah merampungkan studi kami di universitas. Aku tak kuasa membendung aliran air mata. Berat untuk berpisah dengan mereka. Apalagi sedikit mengenang hari-hari kebersamaan kami saat menanak nasi, menggoreng tempe dan ikan asin, membuat sayur, makan bersama, ejekan, tawa dan tangis mereka membuat aku enggan untuk kembali ke desa.

Angga, Bowo, selamat dan sukses atas keberhasilan kalian melewati ujian selama kita menempuh kuliah di sini. Kini saatnya kita berpisah, saatnya kita menjalani kehidupan kita masing-masing. Jangan lupakan aku. Pahit manisnya masa-masa kita bersama akan selalu ku kenang.” Ujar ku pelan “aku minta maaf apabila selama menjadi teman kalian di sini aku banyak salah, aku selalu merepotkan kalian dan selalu menjengkelkan kalian.

sebaliknya, Al. aku juga minta maaf apabila aku melakukan hal serupa” sahut Angga

Wo, ingat! Kamu pernah memasakkan aku. Tapi rasanya hambar……..”

huakakakakak……..” tawa kami memecah suasana

aku juga minta maaf teman-teman. Mungkin aku tidak akan setegar ini, seandainya tanpa bantuan kalian. Aku tidak akan memakai toga ini jika tanpa dukungan teman-teman. Ingin rasanya aku meneteskan air mata”

Akhirnya kami pun berpelukan—bukan karena kami homo—tetapi karena rasa persaudaran dan pelampiasan kerinduan satu sama lain ketika kami tidak lagi berjumpa kelak dan ketika kenangan yang hanya bisa membuat kita menangis dan tertawa bangga saat mengingat ini semua.

teman, bila waktu esok kita tidak akan berjumpa lagi. Sudilah kalian membacakan surat fatihah satu sama lain. Hanya itu pesan singkat yang mungkin akan membawa manfaat” pesanku dengan menatap wajah mereka.

insya Alloh” sahut Angga.

Ah, jangan berbicara seolah-olah kita tidak akan bertemu lagi. Aku yakin, kita pasti akan dipertemukan oleh Allah kelak tapi mungkin dengan suasana yang berbeda.” Ujar Bowo.

Amiin”


Air mata ku berlinang membasahi pipi. Aku melihat banyak orang yang membawa koper dan tas seakan mereka akan pergi jauh. Aku melihat banyak orang yang berpelukan melepaskan kepergian kerabatnya. Aku juga melihat banyak pesawat terbang tergeletak di sini.

Ayah, sudah sampai. Ayo turun!” sapa Ardi, anak kedua ku.

Astaghfirullah….. aku melamun”


Akhirnya aku turun dari mobil dan mengantarkan Arini menuju pintu masuk. Kami sekeluarga melepas keberangkatan dia untuk mencari ilmu di negeri kangguru itu. Semoga kelak dia menjadi orang yang berguna bagi nusa, bangsa dan agama. “Arini, selamat jalan, nak. Do’a ayah selalu bersama mu. Ingat sholat lima waktu dan kirim fatihah kepada keluarga!” pesan ku, “Ingat, nak! Hindari perbuatan yang dilarang agama.”




Surabaya, 21 Pebruari 2009

16:13 WIB

To whom I Hurt, Sorry?

English, my love harbor

Semilir angin menghembuskan dinginnya udara disela-sela jendela kamar. Bulan sabit yang melengkung indah hiasi langit yang penuh kerlip bintang. Sepuluh menit sudah aku berdiri di samping jendela menikmati karya agung sang maha kuasa. Tiba-tiba saja, awan hitam begitu pekat meremukkan segalanya. Crescent moon tak lagi dapat aku pandang. Langit begitu gelap, ribuan bahkan jutaan mata bintang yang tadinya berkedip ,esrah menghilang digantikan dengan cucuran air mata langit yang seakan menyudahi kebahagiaan alam. Surabaya, sejenak kehilangan udara panasnya.
Terdengar jeritan nada ponsel di kamar seakan meminta tolong ditengah-tengah asyiknya gemelegar guntur yang bersautan. Aku pun bergegas mengampirinya. Tertulis jelas satu pesan diterima.
“babe, what are you doing? Do you have any assignment today? Isi pesan singkat itu dari Meta, cewek yang ku percayakan menjaga separuh jiwa ku.
Rangkaian kata yang penih makna itu seakan membuat hati menggerutu bangga. Betapa tidak? Dia adalah cewek yang sulit untuk mengatakan iya untuk menerima cinta dari ku, tak seperti cewek lain yang hanya dalam hitungan hari bahkan jam dapat mengatakan saying balik pada ku. Namun, tak kurang dari 37 x 24 jam aku baru bias melelehkan kerasnya hati Meta. Aku tak tahu mengapa aku bias kenal dan percaya untuk menitipkan hati ini kepadanya. Entah ini cinta atau sekedar lelucon yang sering aku sasarkan pada cewek-cewek yang tak jelas wujudnya. Aku tahu bahkan sadar bahwa cinta bukanlah sebuah permainan.
Rintikan air hujan membuat perasaan ini menerawang tanpa batas, aku baringkan tubuh ini di atas hamparan tempat tidur dan menggoyangkan jemari ku di atas keypad ponsel guna melayangkan pesan singkat untuk Meta.
“Night babe, I am drawing the beautiful Meta in my mind. Luckily I’ve no any task now. Babe, I miss u. btw, what are u doing now?
Deretan kata itu aku layangkan ke angkasa untuk bertarung menerobos cakrawala. Aku mneunggu pesan terkirim yang tak kunjung bersuara. Hati ku menggerutu, apakah guntur yang bersuara lantang di langit itu menghadang pesan singkat ku? Angina di luar begitu kencang, seolah-olah mengabarkan sesuatu yang sulit untuk diterka namun begitu bermakna. Aku pu menutup jendela yang kian menari dengan iringan suara guntur dan petir. Lagi-lagi aku pastikan pesan singkat itu sudah atau belum terkirim. Namun, layer ponsel ku berbica belum.
Hal yang paling membosankan adalah menunggu. Aku tak bias terlalu lama dalam situasi itu walaupun aku sadar bahwa hidup adalah sebuah penantian—menanti sebuah kematian. Dan aku tak bisa menolaknya atau menawar-nawarnya lagi. Namun. Dalam penantian sering kali aku pergunakan untuk mengisi suatu hal yang akan menjadi bekal ketika apa yang sudah aku tunggu dating.
Gundukan buku kuliah yang bersebrangan dengan kamar, aku jadikan sasaran untuk mengisi waktu luang ketika menunggu sebuah jawaban. Aku memilih buku dengan cover yang berwarna biru tertulis Understanding and Using English Grammar. Tetapi aku kuga tak bisa membohongi perasaan ku kalu aku sangat mengharapkan pesan terkirim nampang dilayar ponsel. Jujur! Aku sangat mencintai Meta. Namun, ebtah itu cinta atau sekedar lelucon biasa.
Pikiran ku bertualang saat hujan mengguyur Surabaya. Guntur dan petir beradu suara seakan tak mau terkalahkan. Buku tebal ditangan tak lagi terlihat jelas deretan huruf, kata, frase bahkan rangkaian kalimatnya. Meta, cewek cantik yang mahir dalam bahasa inggris diantara beberapa temannya itu membuat aku melupakan sejenak kegelisahanku. Kali pertama aku mengenalnya ketika dia dijadikan bahan taruhan Renita, teman sekelas Meta dan juga temanku. Aku sangat tertantang menerima hal itu, bukan karena mie ayam imbalannya, tetapi kepawaianku menaklukkan cewek.
Aku sangat optimis dapat memenangkan permainan konyol yang mampu membuat sasaranku mati berdiri saat mengetahui kalau dirinya hanya dijadikan bahan taruhan—bukan karena cinta. Aku tahu dan sangat sadar bahwa yang aku lakukan ini akan meremukkan hati seseorang, melecehkan kehormatan seseorang bahkan mengakhiri nyawa seseorang seperti yang pernah aku lihat dan aku dengar di televise. Tetapi kenapa aku nekat melakukannya? Kalau itu terjadi padaku bagaimana dengan kuliahku, bagaimana dengan keluargaku dan bagaimana pula dengan nama universitasku—hancur sudah!!!
Segala perbuatan pasti mempunyai resiko dan itu harus dipertanggungjawabkan.
Dahiku mengernyit bangga karena Renita sudah membicarakan aku pada Meta. Itu berarti aku tidak perlu mentebutkan namaku lagi untuk melancarkan agresi ini. Aku memulai mengirim pesan singkat ke Meta dengan persetujuan Renita.
“hay, ni sapa ya td kok da miscall dr nmr ni?” isi pesan singkat yang kali pertama aku layangkan pada Meta.
“sorry!!! Td hape q dpake ma tmnq.” Jawaban Meta dalam sms-nya
“q td kan tny nama u, kok jwabannya gitu, pa u gk pny nama?”
“ u can call me Eka! Sorry 4 my mistakes” seru Meta
Jawaban Meta yang menggunakan bahasa inggris itu membuat aku semakin tertantang untuk mendapatkan hatinya. Aku berasumsi kalau dia pintar. Dan itu yang sangat aku harapkan.
“wow, it’s great! U can write in English. Could u speak in English well? Tanyaku seraya memuji
“I can’t speak ing English by mobile phone cz I’m not expert enough in listening skill” jawab Meta
Aku bukan orang yang mudah menganggukkan kepala untuk menyetujui sesuatu yang belum pasti. Aku ingin membuktikan apa benar Meta tidak bisa berbicara bahasa inggris melalui telepon. Menganalisa dari struktur kalimatnya, sedikit yakin kalau dia bisa berbicara bahasa inggris. Akhirnya aku telepon dia sekedar untuk memastikan asumsiku.
“hello Eka, I’d like to practice my speaking skill with you. Is it alright for you?” aku membuka percakapan tetapi Meta tak kunjung juga bicara bahasa inggris setelah aku menunggu selama 57 detik.
“it’s okay if you do not want to practice your English with me. A thing that you have to remember, I merely…….” ujar ku
“maaf! Aku nggak bisa berbicara bahasa inggris di telepon.” Sahutnya menyudahi percakapan.
*****
Siang begitu cepat menggantikan pagi dan mengantarkan sore menuju malam. Begitu seterusnya. Tiada henti waktu berputar dari detik ke menit, dari menit ke jam, dari jam ke hari, dan dari hari ke mingi dan dari minggu ke bulan. Pertemanan antara Meta dan aku pun bertambah akrab. Aku yang dulunya mengenal Meta dengan nama Eka, tak lagi ada. Pasalnya setelah aku investigasi, dia bernama lengkap Ameta Anggraini dan lebih dikenal dengan nama Meta dikalangan temannya. Kita selalu menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa sms. Aku senang dengan kondisi ini apalagi aku dikenalkan dengan Rani dan Cahya, teman les Meta, yang ikut-ikutan menggunakan bahasa inggris saat mengirim sms ke aku. Walaupun Rani, Cahya, dan Meta sempat benci sekali dengan ku setelah mengetahui kalau Meta hanya aku jadikan bahan taruan ku dengan Renita. Mereka menganggap kalau cinta tak seharusnya ditukar dengan mie ayam yang dapat dibeli dengan mudah. Namun, setelah aku meminta maaf dan menyakinkan mereka kembali, kami menjadi teman yang asyik.
*****
Aku bukan manusia sempurna yang tidak mempunyai keterbatasan pemikiran dan perasaan terhadap sesuatu. Aku membutuhkan cinta sejati yang mampu menemaniku dalam kegelisahan dan keterpurukan. Aku benar-benar dalam keadaan jatuh cinta. Betapa tidak??? Hatiku laksana terukir namanya, perasaanku laksana menyimpan wajahnya dan bibir ini laksana ingin terus menyebutnya. Meta, engkaukah cinta ku yang hilang?
“love is blind”, kalimat ini berlaku bagi diriku. Aku adalah orang yang membuatnya ragu dengan pernyataan cinta, membuatnya tak lagi percaya akan sebuah cinta, membuatnya berpaling dari cinta. Namun, aku harus mengatakan pada Meta kalau aku benar-benar cinta padanya bukan lagi karena tantangan dan bukan juga karena semangkok mie ayam. Aku tulus mencintainya. Tapi, aku ragu kalau dia akan percaya dengan pernyataan cintaku.
Aku tahu bahwa aku bukan seorang penyair yang pandai merangkai kata-kata demi meluluhkan jati seorang wanita. Malam sampaikan padanya betapa aku mencintainya dan betapa aku menyayanginya. Kemerlip bintang malam dan sorotan cahaya bulan seakan mendukung aku untuk mengatakan cinta pada Meta. Malam ini juga aku harus mengungkapkan perasaan ini pada Meta. Aku mencoba menelpon dia dan memastikan bahwa cinta ku ini bukan lagi atas dasar taruhan. Tapi ini adalah isi hati yang tak bisa aku bohongi. “Meta, I love you. I do hope that you will be mine. I’ll be waiting for your decision this night. Yes or no” pernyataan cintaku pada Meta melalui layanan pesan singkat.
Beberapa menit kemudian, Meta membalas sms ku dan mengatakan kalau dia tidak bisa memberikan jawaban malam ini juga. Dia merasa sulit walau hanya untuk memilih iya atau tidak. Tetapi, dia berjanji untuk memberikan jawaban esok hari.
Berulang kali aku memaksanya untuk segera menjawab ketika embun pagi masih bersetubuh dengan lembaran dedaunan.
Aku bukanlah angin yang mampu menghadang merpati untuk terbang dia angkasa dengan kekuatannya. Malam terasa begitu panjang, ketika aku menanti sebuah jawaban. Aku mengharapkan sang surya segera memusnahkan malam yang penat dan melelahkan ini. Dalam penantian masih terdapat sebuah keraguan yang mengusik dalam kalbu. Meta, akankah engkau menjadi pelabuhan cinta terakhirku?
Pagi ini terasa indah, bunga-bunga mekar dengan berbagai warna dan langit cerah dengan warna bitu muda. Aku tidak tahu apakah hati ini juga akan merasakan secuil kebahagian alam itu atau merubah keindahannya dengan kehancuran hatiku. Aku pastikan bahwa Meta akan memberikan jawabannya pagi ini.
“Meta, gmn dg jwbn u? q gk wm terlalu lma menunggu. Klo tdk blg tdk klo iya blg iya!” isi pesan singkat ku berseru.
“knp u msh ingat akn prkataan u smalam. Pdhl q bharap u akn mlupakannya. Pa u bnr2 mncintai q? balas Meta meragukan cinta ku.
“Meta, I do love u. Ok? I do not wanna force u giving me the answer if u love me too, just say that!”
“please call me! I will give u the answer as soon as possible. Swear!!!”
Segera aku mencari nama Meta di phonebook ponsel ku dan segera menghubunginya.
“tut……tut……tut……”nada sambung ponsel Meta
“Hello, Meta, I wanna say that I love you” ujarku dengan suara pelan dan mesrah
Setelah diam beberapa menit, akhirnya terdengar suara “I love you too, I do hope you will be serious in this case”
Tepat pukul 6.33 WIB cintaku dan Meta melebur menjadi satu, satu kesatuan yang utuh. Kita selalu bermesrah-mesrahan sebatas keharmonisan antara jarak, tak lebih. Hidup memiliki norma agama dan adapt yang harus dipertahankan setiap pemeluknya.
Tiba-tiba saja, serpihan sang surya menerobos pintu kamar, ketika Agung, teman kos ku, menggungah ku dari penantian panjang di malam itu dan membuat aku menjatuhkan buku Understanding and Using English Grammar yang terpangku saat aku lelap dalam imajinasi bersama Meta, bukan kekasih gelapku. Layer posel ku menampilkan tiga pesn diterima. Satu pesan laporan pengiriman sukses dan sisanya sms dari cintaku yang telah lama hilang.
Tertulis (1/2) Night babe, I do really love u. I can’t live without u. I do hope that u will never disappoint me just cz of a bet. I’ve laid u inside my deepest heart.
(2/2) I’ll love u as long as u are loyal to me. I trust u that u will be never kidding me anymore. Keep my love and put it inside ur deepest heart. Ur last love harbor (Meta).
Hatiku seakan tersenyum lebar setelah membaca isi pesan singkat itu. Dan, lagi-lagi ketika aku sudah mendapatkan cewek yang aku inginkan, hatiku tersenyum seraya bertanya,”apakah aku bisa mempertahankannya dalam waktu 30x24 jam???”. “sepertinya tidak!” jawabku tersenyum simpul.

Surabaya, 20 Februari 2009 (Revised)
The original script is kept by “someone”
21:12 WIB

THE GREAT MOM

Ibu, maafkan aku!

Tergeletak pensil beri bersanding radio yang menyuarakan isi hatinya. Ku ambidan mencoba menyoretkannya diselembar kertas putih dengan penuh hati. Sekilats tampak nyata terlukis wajah ibu di ujung pensil itu. Aku berenti dank u sandarkan pensil itu di keningku seraya mengenal jasa ibu. Gelar master of education yang ke sandang ini tak luput dari kerja kerasnya. Ibu yang berprofesi sebagai pengajar di salah satu sekolah swasta itu harus bekerja mati-matian untuk menghidupi aku dan kedua adikku—bukan untuk bapak yang telah bbersanding dengan-Nya tiga belas bulan yang lalu. Semanjak kepergian bapak, ibu harus membanting tulang untuk membiayai aku yang kala itu masih duduk di Sekolah Menengah Atas dan kedua adikku yang sedang mengecap bangku dasar. Tk banyak yang dapat ibu lakukan kecuali dengan keahliannya di bidang pendidikan itu. Beliau sangat bangga dengan profesinya walau dengan dengan gahi yang terhitung murah dibanding dengan jam kerjanya. Sebab itulah beliau memaksa aku untuk meneruskan pendidikanku ke perguruan tinggi setelah aku tamat SMA agar aku dapat meneruskan impiannya yang mulia. Sedikit aku menyangkal tidak setuju mengingat kondisi ekonomi keluarga kita yang pas-pasan. Namun, aku tak bisa mengelak dari keputusan inu. Beliau sangat menginginkan aku menjadi seorang guru. Akhirnya setelah kelulusan aku harus menuruti kemauan ibu. Aku mnedaftar sebagai mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di kotaku melalui jalur nasional yang diselenggarakan pemerintah dan akhirnya aku diterima. Ibu sangat bangga dengan hal ini—tidak bagi ku. Aku berpikir bahwa ibu akan semakin sengsara karena harus membiayai aku, toh untuk keperluan sehari-sehari saja, ibu harus memperhitungkannya masak-masak agar kita masih bisa menelan sesuap nasi. Aku pecahkan kendi yang menyimpan uang ku semenjak aku duduk di SMP. Tapi uang ini tak cukuo untuk menutupi kekurangan uang ibu. Akhirnya ibu memeutuskan untuk meminjam uang kepada pak Dharmo yang cukup beresiko kalau sampai tak bisa mengembalikannya.
“bu, mengepa ibu harus hutang hanya untuk membiayai kualiah ku? Toh, untuk jaminan mengembalikan uang tersebut tidak ada.” Tanya ku.
“biar ibu yang memikirkannya. Tugas mu hanya belajar dan meneruskan cita-cita ibu sebagai abdi Negara.” Jawab beliau dengan ramah.
Pagi itu aku harus berangkat ke kota dan menetap di sana untuk sementara. Berat rasa hati meninggalkannya. Namun, apa daya. Ini nasib yang harus aku terima. Semenjak kepergianku, ibu harus bekerja mati-matian untuk membiayai sekolah ku. Sebagian uang yang beliau pinjam dari pak Dharmo dijadikannya modal untuk membuka warung nasi di depan rumah. Pagi hingga larut malam ibu harus meremukkan tulangnya hanya demi menyambung hidup kita. Lebih-lebih untuk keperluan kuliahku yang cukup menyedot uang.
Menjelang minggu akhir semester, sepucuk surat dating mengabarkan kalau ibu sakit-sakitan. Aku harus pulang meskipun besok adalah hari pertama aku mnegikuti tes akhir perkuliahan. Sangat beresiko teapi lebih dan sangat beresiko bagi aku kalau meninggalkan ibu sendiri dalam keadaan sakit. Sehingga ku memutuskan untuk pulang. Setiba dipojk kampong banyak orang yang mengerubuti depan rumah ku. Hati ku bertanya-tanya. Ada apa dengan ibu? Semeter bagai satu langkah, aku berjalan bergegas menghampiri orang-orang itu.
“ada apa dengan ibu, kang? Tanyaku pada tetanggaku
“dia……..dia…….”jawabnya terpotong-potong
“bi, bibi, kenapa ibu?
“sabar ya, nak”
Jawaban yang memastikan itu mnejadikan hatiku menggerutu penuh angkuh. Akhirnya aku bertanya pada pak Dharmo yang kal itu berdiri tegar di tengah pintu rumah ku.
“pak, sebenarnya ada dengan ibu?” Tanya ku penuh nafsu
“maafkan aku sebelumnya. Bukan maksud hati melukai ibumu, tapi aku harus…….”
“harus apa pak?” Bentakku merdu
“harus menagih hutang lebih awal dari yang aku janjikan. Dan itu membuat ibumu yang sakit shoch dan akhirnya harus dilarikan dirumah sakit.”
“ke rumah sakit??? Ibu dirumah sakit!!!”

Ku banting tas yang pebuh dengan buku itu diatas kaca meja yang akhirnya pecah membuat gaduh suasana. Kemudian aku bergegas menyusul ibu ke rumah sakit terdekat di kota ku tanpa harus bertanya-tanya.
Sesampainya disana. Kedua adikku membanjiri lorong rumah sakit dengan tangisnya yang tragis. Hatiku semakin tak enak dengan hal itu. Langsung aku hampiri mereka dan menanyakan keadaan ibu.
‘dik, bagaimana keadaan ibu?”
“mas……….., ibu!!”tangisnya menjadi-jadi
“ada apa dengan ibu, dik?”
“ibu telah meninggalkan kta, mas. Aku tak punya orang tua lagi………”

Tangisan adikku membuat aku tak mampu menopang badan ku. Aku lemas dan duduk tersungkur menyesali dan meratapi nasib. Aku tak lagi bisa membahagiakan ibu dan bapak. Mereka telah meninggalkan aku. Betapa kejamnya takdir merempas kebahagiannku. Ya Allah………..
“ibu……….tak sempat aku membalas jasamu kau telah meninggalkan aku bersama kedua anakmu……..” sesalku dalam hati yang berbuah luka dan duka

Adik-adikku memelukku erat sembari menangis di kedua pundakku. Kami menangis. Hidup tanpa kedua orang tua. Aku sadar, tangisan ini tak akan mampu menghidupkan ibu kembali. Aku bangkit dari keterpurukan ini dan menuntun adik-adik menuju ke ruang jenazah akhirnya aku melihat ibu terbujur kaku disana. Aku menangis seraya mencium tangannya. Meskipun demikian, ibu tak akan kembali. Agar arwah ibu tenang bersama bapak di sisi-Nya, aku pimpin adik-adik membaca do’a bersama.

Tiba-tiba saja, ada suara gadis kecil yang memanggilku.
“papa, papa!!! Dipanggil mama, katanya makanan sudah siap”
Pensil ku pun terjatuh dari sandaran keningku. Akupun terlepas dari kenangan bersama ibu di masa lalu. Ibu, maafkan aku……….!


Dikeheningan ku, aku mengingatmu
betapa aku mencintaimu
FRESH 2006

Senin, 16 Februari 2009

SCOUT IS INCREDIBLY WONDERFUL, isn't it?

PRAMUKA GOES TO WISID 2009
(Pangkalan MI Hidayatul Ulum)
Kisik - Bungah - Gresik


Layaknya seperti yang terdefinisikan, pramuka—praja muda karana—adalah masyarakat atau orang muda yang mampu berkarya (berpotensi) benar-benar bisa mengaplikasikan apa dan siapa pramuka itu. Legalitas gerakan pramuka dalam Deklarasi Juanda sesuai dengan Kepres RI no. 238 tahun 1961 memberikan dukungan moril bagi anggota pramuka untuk meneruskan eksistensi kegiatan kepramukaan melalui kegiatan positif yang memberikan kontribusi bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.
Hal ini dapat ditunjukkan oleh anggota gerakan pramuka pangkalan MI. Hidayatul Ulum Kisik Bungah Gresik yang dikemas dalam “Pramuka Goes to WISID 2009” pada tanggal 18 Januari 2009 di Wisata Segoro Indah Dalegan (WISID) Gresik. Sebagai dasar pelaksanaannya, mereka ingin men-dharma-kan poin ke-2 Dasa Dharma, yakni Cinta Alam dan Kasih Sayang Sesama Manusia, dengan berpartisipasi melestarikan keindahan alam pantai Dalegan.
Dalam kegiatan ini, anggota pramuka tidak hanya merasakan lelah dan letih setelah beraktifitas di sekitar pantai tetapi mereka juga bisa menikmati keindahan karya agung Maha Kuasa yang mampu melebur kepenatan dan kejenuhan. Mereka pasti tidak merasa terbebani dengan tugas yang diemban selama kegiatan berlangsung karena mereka merasa senang. Itulah salah satu alasan pemelihan tempat wisata alam sebagai tempat pelaksanaan kegiatan ini. Disamping memiliki nilai estetis juga mempunyai nilai religi, yakni mendekatkan diri kepada Tuhan dengan mengagumi ciptaannya.
Berdasarkan resolusi konferensi kepramukaan sedunia di Kopenhagen, Denmark bahwa salah satu sifat kepramukaan adalah universal, artinya kegiatan kepramukaan itu dapat berlaku untuk siapa saja serta dapat diselenggarakan dimana saja. Oleh karena itu, setiap anggota pramuka harus bisa beradapatasi dengan lingkungan baru dimana mereka berada. Sejalan dengan deskripsi diatas, anggota pramuka pangkalan MI. Hidayatul Ulum Kisik menyelenggaakan kegiatan pramuka di wilayah perairan. Hal ini dimaksudkan untuk menguji daya survival anggota pramuka ketika berada di laut. Bagaimana mereka harus bertindak saat terjadi terpahan ombak, bagaimana mereka menyelamatkan anggota yang lain dan bagaimana mereka mengaplikasikan teori navigasi.
Anggota pramuka juga diberi tugas untuk menghasilkan karya estetis terbuat dari bahan ala laut, yang terkemas dalam “Handicraft Section” atau hasta karya. Anggota pramuka pasti akan memeras otak untuk mencari ide kreatif bagaimana cara membuat suatu kerajinan yang bahan dasarnya dari laut. Apa yach??? Tentu saja hal ini akan menjadi bagian terunik dalam kegiatan ini sebelum meninggalkan tempat. Pasalnya, mereka “willy-nilly” (mau gak mau) harus membuatnya karena ini salah satu bagian dari assessment (penilaian). Alhasil, mereka bisa membuat beberapa kerajinan ala laut. Wauch…it’s amazing!!!
Banyak hal yang masih dapat dilakukan untuk mengisi kegiatan kepramukaan selain membuat hasta karya, misalnya permainan (game) yang dapat menghibur anggota pramuka disela-sela kegiatan inti. Disamping itu, anggota pramuka juga mendapat tugas untuk membuat suatu karya tulis (puisi dan cerpen) bertema alam. Sehingga mereka mampu mengembangkan daya imajinasi seraya menikmati keindahan alam setempat. Kegiatan semacam ini sangat bermanfaat bagi anggota pramuka apalagi hal ini menyenangkan dan menantang. Bagaimana dengan anda?

ENGLISH DEBATING CONTEST

Berdasarkan surat Direktur Akademik Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Nomor: 0571/D2.3/2008 tanggal 28 Maret 2008 perihal kontes Debat Bahasa Inggris Tingkat Perguruan Tinggi (National University English Debating Contest) untuk Wilayah C1 (Jawa Timur, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan) bahwa pelaksanaan lomba debat tersebut dilaksanakan pada tanggal 14-16 Mei 2008 di Universitas Airlangga Surabaya. Lomba debat ini diikuti oleh beberapa universitas baik negeri maupun swasta untuk mendapatkan tiket gratis menuju Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) di Semarang.
Sebagai representatif Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Khoirul Anwar dan Eka Devi Mayasari (Debaters) serta Ali Rosyidi (Accredited Adjudicator) berhasil menyabet Runner Up (Juara II) di National University English Debating Contest 2008 ini dan Institute Teknologi 10 Nopember Surabaya (ITS) sebagai Juara I. Sehingga ITS dan UNESA keluar sebagai perwakilan peserta debat bahasa inggris Wilayah C1 di PIMNAS Semarang. BRAVO UNESA!!!!