Pemerintah
Indonesia bergeming untuk mencetak generasi yang berkarakter baik dan professional
dalam segala bidang. Ber-IQ tinggi saja ternyata tidak cukup untuk menjadi
seorang pemimpin. Terbukti, banyaknya kasus terungkap pejabat tinggi Negara yang
terlibat kasus korupsi, Narkotika, dan tindak asusila. Ini mencerminkan bahwa
sesungguhnya membangun karakter (character building) yang baik untuk generasi
Indonesia Emas sangatlah dibutuhkan, terutama di tingkat dasar.
Membangun sebuah karakter
bukan masalah yang mudah. Butuh keseriusan dan waktu yang cukup. Buktinya, anak
lulusan SD/MI, dengan beban belajar tentang etika yang cukup selama 6 tahun,
masih ditemukan siswa yang tak bersikap baik dan bertutur sopan dengan orang
yang lebih tua. Dan, pernah kita dapati anak SMP/MTs melakukan tindak pidana
pencurian dan pemerkosaan. Artinya, pengajaran di kelas tentang materi etika
(agama dan PKn, misalnya) belum bisa membentuk sebuah karakter baik yang
terlihat implementasinya. Ini bukan berarti bahwa siswa tidak paham tentang
materi yang disampaikan pendidik. Hanya karena materi tersebut, bisa jadi
sebatas rangkaian kata-kata yang dituturkan pendidik, belum sepenuhnya
menyentuh hati siswa sehingga tidak terbentuk karakter. Itulah kemudian, saya
berpendapat bahwa membentuk karakter itu butuh proses.
Proses pendidikan
karakter tidak harus selalu dikemas dengan kegiatan belajar mengajar (KBM) di
kelas. Siswa membutuhkan atmosfer KBM yang dinamis dan atraktif. Satu misal,
Kompetensi Dasar materi ajar dikelola dengan mengadakan sebuah kegiatan yang
menunjang tercapainya tujuan pembelajaran.
Berkiblat pada
pemaparan di atas, PERKEMAHAN JUMAT SABTU MINGGU (PERJUSAMI) Pangkalan
MI Hidayatul Ulum Kisik Bungah Gresik 2013 dijadikan ajang untuk melatih kompetensi
siswa. Banyak karakater yang terbangun melalui beberapa kegiatan yang sengaja
di-design untuk tercapainya karakter, antara lain mandiri, saling menolong,
sabar, percaya diri dan jujur.
Untuk melatih
sebuah kemandirian, kegiatan ini di-setting agar siswa bermalam di tenda, tidur
bersama teman-teman. Selain itu, mereka dilatih untuk mandi, masak dan makan
ala masakan mereka sendiri. Tentu, ini akan memberikan pengalaman yang berbeda
dimana mereka jauh dari orangtua. Segalanya harus dipersiapkan sendiri. Namun,
kemandirian tersebut tidak dimaksdukan agar siswa bersifat egois, karena
kekompakan dan kerjasama harus ditunjukkan oleh setiap regu untuk meraih
predikat Regu Terbaik. Tentu karakter saling tolong menolong akan tumbuh
sejalan dengan tercapainya tujuan bersama.
Dalam kegiatan
Jelajah Alam, siswa dihadapkan dengan banyak rintangan dari pos ke pos. siswa
harus melalui halangan dan hambatan yang disiapkan Pembina. Misal, memecahkan
sandi, melewati kubangan air, menembus jaring, bermain pipa, dan merangkai
tandu. Semuanya perlu sabar. Seusai kegiatan ini, Pembina mengungkapkan bahwa
tujuan Jelajah Alam adalah memberikan kesan bahwa hidup tidak selamanya lurus,
senang dan mudah. Kadang kita akan dihadapkan dengan situasi yang membuatkan
kita jenuh, bosan dan menyakitkan. Untuk melalui semua itu, hidup butuh
kesabaran. Karena dengan sabar, kita bisa menikmati hidup, entah menyenangkan
atau menyebalkan. Yang jelas, semuanya itu harus dilakukan dengan jujur. Kejujuran
adalah pangkal dari kebagiaan. Siswa diminta melakukan segala aktivitasnya
sendiri, percaya atas kemampuannya, dan menghargai usaha teman.
Dengan rangkaian kegiatan yang
dikemas dalam PERJUSAMI 2013, siswa diharapkan memiliki daya saing tinggi dan
berkarakter untuk menjadi generasi Indonesia Emas 2020 :)