“…..Aku memang manusia yang tak sempurna tapi ingin dicinta. Cintailah orang yang tak sempurna dengan cara yang sempurna”
Thursday at 11:11 am via BlackBerry Torch—penggalan status FB Hilma, kekasihku.
Siang itu seolah-olah matahari dengan murkanya memancarkan sinas panasnya ke bumi. Manusia diuji oleh tuhannya untuk menahan dahaga yang luar biasa bagi mereka yang berpuasa. Bulan ramadhan tahun ini memang begitu indah dengan segala hiruk-piruk takdir tuhan. Termasuk takdirku yang dipertemukan dengan Hilma di awal bulan mulia dan menjalani rukun islam yang keempat tahun ini bersama dia dengan ruang yang berbeda. Namun perbedaan ruang ini tak melemahkan cinta kita. Bahkan hal ini sangat memperkuat rasa ingin memiliki diantara kita melalui kerinduan tiada tara. Hilma, I Miss you.
Aku begitu mencintai Hilma dan ingin menghalalkan dia bagiku kelak. Rasa cintaku padanya begitu membumbung tinggi. Hingga setiap saat aku ingin tahu dimana dan sedang apa dia. Mungkin hal ini begitu belebihan bagi sebagian mata memandang. Tapi, itulah fakta. Aku begitu menyayanginya. Entah apa dia juga merasakan apa yang kurasa? Hanya dia dan tuhannya yang lebih mengetahui isi hati.
Siang itu jemari ini menari diatas keyboard, mencari tahu apa yang dirasakan Hilma melalui status jejaring sosialya, Facebook (FB). Seperti biasa, banyak lelaki mengucapkan terima kasih karena sudah di-confirm menjadi teman FB-nya, tak sedikit juga yang menulis rangkaian kata memuji kecantikannya, dan hampir tak ada teman yang tidak merespon status barunya. Itulah pemandangan yang sering aku jumpai di dinding FB Hilma. “ternyata banyak juga yang menggilai pacarku” hati kecil ini berbisik seraya senyum simpul.
Namun aku mencintai Hilma bukan karena banyak lelaki yang memperebutkannya, bukan juga karena hartanya, dan apalagi semata-mata karena kecantikan fisiknya. BUKAN! Aku mencintai dan menyayanginya karena dia memberikan keteduhan hati kala aku memandang wajahnya, dia memberikan sinar cerah kala aku redup dengan beban hidup, dan dia bisa menerima aku apa adanya sebagai pribadi yang sederhana. Meskipun masa tak mengizinkan kita berlama-lama berdua untuk saling menyapa dalam satu ruang, namun itulah fakta yang aku rasa. Ketenangan dan kebahagiaan hati bagiku itu jauh lebih berharga dari pada harta benda dan eloknya raga. Sejatinya harta dan raga hanya sesuatu yang fana. Dan, tak bisa bertahan ada sekekal sebuah rasa; rasa tenang dan bahagia yang tak bisa diperjual-belikan bahkan dikalahkan hanya dengan harta dan raga. Bila aku boleh menyimpulkan, harta dan raga adalah musuh nyata manusia untuk melemahkan dan merusak sebuah keyakinan; iman dan taqwa. Ah, aku terlalu gelap menulis sesuatu yang agamis.
Semakin jauh aku menjelajah FB Hilma, kudapati update statusnya: “…..Aku memang manusia yang tak sempurna tapi ingin dicinta. Cintailah orang yang tak sempurna dengan cara yang sempurna.” Hatiku seakan berguntur dan mataku gerimis saat membaca status Hilma. Berkiblat pada pola hidup kita berdua, jelas sudah berbeda. Aku menghela nafas di lingkungan keluarga yang sederhana sementara Hilma menghirup udara di lingkungan keluarga yang mewah. Bisakah aku memperlakukan Hilma dengan cara yang sempurna seperti yang dia harapkan?
Panas udara siang itu tak terasa sudah. Indra ini memaksa untuk bernalar dan mengalisa arti sebuah cinta, benar-benar mengabaikan suasana yang ada. Aku duduk diantara beberapa kursi yang tak berpenghuni di kantor tampatku bekerja. Mata ini tertuju pada rangkaian kalimat Hilma yang berbaris rapi. Seandainya Hilma berada disampingku. Ingin rasanya aku bertutur, “Dek, hubungan kita ini tak menuhankan harta, tak memalaikatkan raga dan tak menabikan hasrat dunia namun hubungan ini beriman pada arti cinta sesungguhnya; mendapatkan ketentraman sesuai dengan tuntunan agama.
Dan bila Adek mempertanyakan bagaimana Mas bisa mencintai Adek dengan cara yang sempurna. Maka biarkan Mas meng-khitbah Adek dan kasih sayang penuh dengan pahala akan kita dapatkan. Mas sangat ingat betul tuntunan itu ketika Mas membacakan surat Ar Ruum ayat 21 sebagai salah satu dasar perintah nikah di resepsi penikahan sepupu Mas. ‘Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir’ Itulah cara yang paling sempurna untuk merajut jalinan asmara. Namun, hal itu tak akan bisa menjadi realita dalam hitungan hari dan bahkan bila Tuhan mengizinkan kurang dari dua ribu seratus sembilan puluh hari impian mulia itu bisa terlaksana. Itupun bila Adek benar-benar serius dengan komitmen kita. Mas siap menunggu Adek karena Mas berharap Adek adalah wanita terakhir yang Mas cintai, yang akan menjadi ibu dari anak-anak Mas. Bukan saatnya lagi Mas untuk bermain-main dengan arti cinta. Mas juga tidak mau kemudian terburu-buru untuk menikah. Banyak impian Mas yang belum tercapai. Kita jalani cinta ini apa adanya namun aku berharap hubungan ini akan bermuara pada Sunnah Nabi.
Namun keyakinan dan kepercayaan harus saling kita kuatkan bila kita benar-benar ingin mencapai tujuan itu, Dek. Pasti akan ada bebatuan kecil, sedang dan bahkan besar yang akan menghalangi perjalanan jauh nan panjang itu. Setidaknya kita harus saling bergandengan erat untuk mengatasi hal itu bersama. Mas yakin, kekuatan cinta kita akan mampu melewati jalan terjal itu. Bismillah!
Mas minta maaf bila Mas terlalu ambisius untuk memilikimu dan kadang Mas interfensi kehidupan kamu di keluarga. Mas hanya ingin kamu tahu bahwa Mas serius dengan apa yang Mas katakan. Tak ada gading yang tak retak. Mas hanya manusia biasa yang penuh dengan salah dan lupa. Namun, Mas tak salah untuk mencintaimu dan tak akan pernah lupa dengan ikrar yang tak telah kita ukir dalam kalbu”
“Pak!”
“Pak….Pak!!!” suara ini semakin keras tertuju padaku.
“O, iya. Ada apa pak?” Sahutku lekas tersadar dari utopia.
“sudah jam tiga. Ndak pulang?” Tanya kolegaku di kantor
“iya, pak” jawabku seraya menekan icon turn-off laptopku dan mengemasinya.
Tak aku sadari rasa takut untuk kehilangan cinta dan sayang Hilma mampu membuatku jauh menyelami alam bawah sadarku. Bagiku cinta tak mengenal kasta. Cinta adalah sebuah anugrah terindah yang diberikan tuhan kepada manusia. Cinta bisa hadir dan menyibak pahitnya kehidupan menjadi sesuatu yang luar biasa manisnya. Tuhan Maha Mengetahui apa yang kita tidak tahu. Biarkan aku mencintainya dengan caraku sendiri.
5 Agustus 2011
16.00
Me at A glaNce
- ALI ROSYIDI
- GRESIK BERHIAS IMAN merupakan slogan kota kelahiranku. sekarang aku menempuh pendidikan S1 di Surabaya State University, The faculty of Language and Art, English Department. pendidikan ini aku peroleh karena aku berkesempatan mendapat beasiswa mengikuti SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Mindset "The Beauty of Writing" tertanam sejak aku berada di bangku MTs setelah mengirim karya tulis ke Deteksi Jawa Pos. hobi menulis ku ini tertampung di media sekolah sampai akhirnya aku menjabat sebagai pemimpin redaksi mading SMA dan Reporter Majalah PROSPEK. it's amazing experience actually! sebelum aku menetap di kota Pahlawan untuk merampungkan studi ku, aku menulis sebuah buku panduan kepramukaan untuk adik didik ku di alamamaterku dan sekarang mencoba mengukir kembali buku baru yang berjudul " Scouting Guide " yang aku dedikasikan untuk mereka pula. aku temukan the great spirit of writing here. "Dahaga Akan Cinta dan Rindu Rosulillah" merupakan puisi ku yang menduduki posisi ketiga dalam lomba menulis puisi cinta untuk Rosulullah di Universitas Negeri Surabaya. (email: ali_rosyidi51@yahoo.com)